PORTALSWARA.COM — Mantan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak berani menolak dukungan dari kubu Habib Rizieq Shihab (HRS). Kenapa ya?
Menurut Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, A Luhur Prianto, kedekatan Anies Baswedan dengan Habib Rizieq jelang Pilpres 2024, sering dikaitkan antara satu sama lain. Misalnya, perihal gaya perpolitikan serta suara dukungan dalam pesta demokrasi.
Menurut Luhur, persepsi kedekatan tersebut membuat mantan menteri pendidikan itu dalam posisi yang serba salah dalam menggaet suara dukungan.
“Meskipun saya rasa itu berbasis syariah, tapi kemudian masyarakat kita masih lebih senang dengan kesopanan dan tindakan-tindakan yang lebih menunjukkan penghargaan terhadap keberagaman. Kalau dengan demikian (keras), maka kemungkinan Anies akan ditinggalkan oleh kelompok-kelompok Islam moderat,” kata Ali, Jumat (2/12/2022).
Menurutnya, Anies tentu tidak berani secara langsung meninggalkan kelompok fundamentalis yang jelas-jelas berpengaruh buruk terhadap elektabilitasnya.
Dengan melakukan itu, dan berpindah ke kelompok Islam moderat, Anies juga belum tentu mendapatkan dukungan yang solid dan loyal oleh kelompok-kelompok fundamental.
“Jadi saya rasa memang ini sebuah keputusan yang sulit dan serba salah dan harus dicarikan jalan tengah bagi Anies untuk memperluas jangkauan politiknya,” tuturnya.
Sebenarnya, kata Luhur, pada Pilpres 2024, pembelahan sosial seperti Pilpres 2019 bisa saja tidak kembali berulang.
Sayangnya, benih-benih itu kembali muncul. Apalagi, jika nanti yang maju bersaing hanya dua pasang calon.
Sementara itu, melansir Warta Ekonomi, Minggu (4/12/2022), Ganjar yang dianggap suksesor Jokowi potensial merebut dukungan di daerah heterogen seperti wilayah Makassar, Toraja, Toraja Utara, Palopo, dan Luwu Timur serta daerah-daerah yang kuat tradisi Islam moderatnya.
“Tetapi, semua potensi itu hanya akan optimal jika partai-partai pendukung dan jejaring relawan juga bergerak,” tambahnya.
Sementara Anies potensial merebut dukungan di daerah yang homogen dengan basis-basis pemilih tradisional yang besar. Terutama di daerah-daerah yang selama ini juga menjadi basis dukungan Partai Nasdem.
“Pertarungan yang menarik sesungguhnya terjadi di daerah-daerah yang plural, tetapi juga menjadi basis suara Partai Nasdem. Seperti di Makassar dan Palopo,” tutur Andi Luhur.
Perspektif lain, Ganjar yang mengikuti gaya kepemimpinan Jokowi dianggap sudah diatur sedemikian rupa. Tujuannya memang hendak mengasosiasikan sosok Ganjar dengan Jokowi.
“Nanti muncul pandangan, ya Jokowi, ya Ganjar. Jadi kalau memang sekarang dilihat Ganjar mengikuti gaya Jokowi, ya, memang itu yang sengaja mau diciptakan,” papar Andi Ali Armunanto, analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas).
Artinya, sosok Jokowi ingin dilekatkan kepada Ganjar sebagai penerus. Sampai saat ini dukungan Jokowi terhadap Ganjar makin kuat. Siapapun yang mendapatkan warisan jaringan politik dan kharisma politiknya, juga akan sangat kuat. “Jadi ini menjadikan Ganjar itu sebagai proksi dari Jokowi,” tambah Ali. (psc)