Jumlah Legislator dan Dapil Pemilu 2024 Berubah

PORTALSWARA.COM, Jakarta — Jumlah legislator dan Dapil bahkan nomor urut partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2024 berubah.

Menurut Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu yang disepakati akan direvisi lewat jalur Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang).

Dikatakannya, rapat konsinyering yang disebut sudah berlangsung 2 kali, menghasilkan kesepakatan bersama pemerintah dan para penyelenggara pemilu.

Pertama, kata Doli, misalnya soal perubahan jumlah anggota DPR, sebagai konsekuensi dari adanya penambahan jumlah provinsi di Papua.

“Kedua, sebagai konsekuensi dari penambahan jumlah anggota DPR, itu ada penambahan jumlah dapil (daerah pemilihan), baik di tingkat nasional maupun provinsi, karena di tingkat provinsi juga akan bertambah jumlah anggota DPRD-nya,” jelas Doli, Selasa (15/11/2022).

Ketiga, penyeragaman berakhirnya masa jabatan KPU di daerah. Sebelumnya, usul ini sudah diakui Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari yang menyebutnya upaya menghindari proses rekrutmen anggota KPU daerah yang bervariasi di tengah tahapan pemilu.

“Karena kita melihat realitasnya, akhir masa jabatan dari penyelenggara pemilu KPU ini penyebarannya itu cukup besar. Jadi kayak dicicil-cicil, hampir setiap bulan mungkin nanti akan ada terjadi pergantian sampai 2025,” kata Doli.

“Makanya kita sedang melakukan exercise (pengujian) bagaimana kalau kita serentakkan. Nah serentaknya juga ini masih dalam tahap pembahasan. Ada yang serentak sekali, ada juga yang serentak 2 kali, tahun 2023 ada, yang tahun 2024, atau tahun 2025. Jadi ada yang ditarik maju, ada yang diundur,” imbuh politikus Golkar.

Keempat, Perppu Pemilu juga disebut akan mengatur penetapan daftar calon tetap (DCT) yang kemungkinan bakal dimajukan.

Sebab, masa kampanye Pemilu 2024 yang sudah ditetapkan hanya 75 hari menjadi tantangan untuk distribusi logistik pemilu oleh KPU ke daerah-daerah.

Baca Juga :  NasDem Tak Persoalkan Cawapres Anies dari Luar Parpol

Kelima, dihapusnya aturan pengundian nomor urut bagi partai-partai politik pemenang pileg sebelumnya.

Usul ini mulanya diutarakan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dalam lawatannya ke Seoul, Korea Selatan, pada Jumat (16/9/2022) dan belakangan menuai respons positif dari Senayan.

“Yang terakhir (masuk Perppu) soal nomor urut. Ini ada aspirasi waktu itu berkembang dan kemudian kita diskusikan. Nah, alhamdulillah, dalam diskusi itu pemerintah tak keberatan, KPU juga tak keberatan, fraksi-fraksi juga cuma satu yang waktu itu minta dipertimbangkan,” kata Doli.

“Akhirnya kita sepakat bahwa partai-partai yang kemarin lolos di Pemilu 2019 itu nomor urutnya tetap dan yang lain nanti akan diundi,” lanjutnya.

Penerbitan Perppu Pemilu kali ini agak berbeda karena biasanya pemerintah terlebih dulu menerbitkan produk hukumnya baru kemudian dibahas DPR untuk ditolak atau diterima. Tak ada rapat konsinyering seperti yang terjadi saat ini.

Doli mengungkapkan bahwa perlu sekali lagi konsinyering untuk mematangkan rencana revisi-revisi pasal UU Pemilu tersebut.

Proses penerbitan perppu aneh
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menganggap aneh adanya kesepakatan dengan lembaga di luar pemerintah dalam proses pembuatan perppu ini.

Pasalnya, jalur Perppu dipilih agar revisi UU Pemilu berlangsung cepat untuk mengakomodasi 3 provinsi baru di Papua dalam Pemilu 2024.

Lewat perppu, pemerintah mestinya cukup menerbitkannya dan menyerahkannya ke parlemen.

Kenyataannya, revisi lewat perppu ini juga melebar ke isu-isu lain yang dianggap tidak mendesak, seperti perihal nomor urut.

“Soal Perppu ini juga aneh ya. Namanya perppu itu kan subjektivitas presiden terhadap kebuntuan hukum yang terjadi untuk penyelenggaraan negara, dalam hal ini penyelenggaraan pemilu. Saya ketawa saja, menurut saya aneh,” ungkap Fadli kepada wartawan pada Senin (14/11/2022).

Baca Juga :  Tim Hukum Ganjar-Mahfud Kecewa Kapolri Larang Saksi Kapolda dalam Rencana Gugatan Pemilu 2024

“Kalau mau dikonsinyeringkan bersama, undang Undangnya saja diubah, enggak perlu perppu kan,” lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa perppu merupakan pilihan terakhir merespons situasi darurat yang mengharuskan perubahan undang-undang.

Namun, melansir kompas.com, Kamis (17/11/2022), adanya konsinyering ini justru mengesankan bahwa tidak ada kebuntuan sehingga mestinya bisa diakomodasi lewat revisi undang-undang di parlemen.

Terlebih, perppu yang dinanti-nanti ini tak kunjung terbit, padahal KPU RI perlu segera membentuk kantor di 3 provinsi baru di Papua untuk melaksanakan tahapan pencalonan anggota DPD yang akan dimulai pada 6 Desember 2022.

“Kalau presiden dan DPR bisa merevisi ya direvisi saja. Ini kan bisa rapat dengar pendapat mereka, berkali-kali,” ujar Fadli.

“Kalau memang perppu, ya presiden keluarkan saja. Toh presiden tidak perlu khawatir juga perppu itu akan ditolak, 80 persen (kursi dikuasai) koalisi pemerintah kok di DPR,” ungkapnya. (psc/sugi)