PORTALSWARA.COM — Isu kesejahteraan guru di Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) masih berpolemik. Tunjangan profesi guru (TPG) di RUU Sisdiknas hilang.
Beberapa poin yang disoroti terkait kesejahteraan guru di RUU Sisdiknas, terutama terkait tunjangan profesi guru yang dihilangkan di draf RUU versi Agustus 2022 kembali disuarakan sejumlah asosiasi guru.
Telah mengalami empat kali perubahan RUU Sisdiknas ini. Terakhir Mendikbudristek Nadiem Makarim sempat menjelaskan isi RUU Sisdiknas versi Agustus 2022 di kanal Youtube Kemendikbudristek, 11 September 2022 lalu.
Menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, dihapusnya poin Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam draf RUU Sisdiknas Agustus 2022, masih tercantum di draf sebelumnya. Pada draf RUU Sisdiknas versi Februari di pasal 118 ayat 2 dan draf Mei 2022 di pasal 102 ayat 3, masih jelas tercantum secara eksplisit pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru (TPG).
Namun, ada kejanggalan, dalam draf RUU Sisdiknas yang diserahkan ke Badan Legislatif (Baleg) DPR RI pada Agustus 2022 ternyata pasal tentang Tunjangan Profesi Guru dihilangkan. Hingga saat ini, Baleg telah menolak RUU Sisdiknas masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2023.
Satriwan menerangkan, dalam pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satupun ditemukan klausul “hak guru mendapatkan Tunjang Profesi Guru”. Pasal ini hanya memuat klausul “hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial.” Berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang secara eksplisit, jelas mencantumkan pasal mengenai TPG.
“Melihat perbandingan yang sangat kontras mengenai Tunjangan Profesi Guru antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen, jelas tampak RUU Sisdiknas berpotensi kuat akan merugikan jutaan guru di Indonesia,” kata Santriwan.
Menanggapi protes dari asosiasi guru ini, Mendikbudristek Nadiem Makarim menjelaskan jika RUU Sisdiknas menjamin guru-guru yang sudah mendapat tunjangan profesi akan tetap menerimanya hingga pensiun. Saat ini, kata Nadiem, ada sekitar 1,3 juta guru yang sudah menerima tunjangan profesi guru. Founder Gojek ini menegaskan tunjangan akan tetap diberikan sebagaimana diatur dalam dalam pasal 145 ayat 1 RUU Sisdiknas. Menurut dia, RUU Sisdiknas ini nantinya akan menggantikan UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
“Secara eksplisit, ini sudah ada jaminannya. Ada ketentuan transisi yang menjadi pengganti dari undang-undang yang dicabut. Jadi itu aman,” kata Nadiem dalam video berjudul “Kupas Tuntas Isu Kesejahteraan Guru dalam RUU Sisdiknas” yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendikbud RI, Minggu (11/9/2022).
Di sisi lain, masih terdapat sekitar 1,6 juta guru yang belum memiliki sertifikasi, sehingga belum bisa menerima tunjangan profesi guru. Jika RUU Sisdiknas ini diloloskan, kata Nadiem, mereka akan bisa langsung menerima tunjangan tanpa harus menunggu proses sertifikasi dan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang antreannya panjang, bisa sampai 20 tahun.
Mengenai permasalahan itu, Nadiem merunut dari aturan UU Guru dan Dosen (UU No.14/2005) bahwa guru itu dipisahkan dari sistem ASN lainnya. Namun, proses untuk mendapat tunjangan profesi guru tersebut “dikunci” oleh syarat sertifikasi PPG.
“Sementara sistem kita punya kapasitas yang terbatas untuk PPG per tahun kira-kira maksimal 60-70 ribu. Itupun PPG masih harus dibagi dua yakni PPG untuk guru-guru baru (yang mengganti guru pensiun) dan guru-guru dalam jabatan (yang masih antre sampai sekarang dapat sertifikasi),” jelas Nadiem.
Tak heran, sejak UU Guru dan Dosen itu dirilis tahun 2005 hingga tahun ini, hanya 1,3 juta guru yang baru mendapat sertifikasi. Untuk itulah, kata Nadiem, alasan istilah ‘tunjangan profesi guru’ dihapus dari draf RUU Sisdiknas Agustus 2022, agar para guru tidak lagi terkendala mendapatkan tunjangan tanpa harus sertifikasi, statusnya seperti ASN lainnya.
“Itulah mengapa, kita harus mengeluarkannya [istilah tunjangan profesi guru] sehingga kita bisa memberikan tunjangan sekarang, bukan dalam dua puluh tahun ke depan,” imbuhnya.
Lalu untuk tetap memegang prinsip sertifikasi sebagai upaya menjaga kualitas guru tetap dilindungi. Sertifikasi harus mengacu pada standar kualitas yang tinggi. Karena itu, ke depannya sertifikasi akan menjadi semacam SIM alias izin bagi guru baru untuk bisa mengajar.
“Yang sudah menjadi guru, kita putihkan mereka, kita bisa berikan tunjangan tanpa mereka harus melalui proses sertifikasi dulu,” kata dia.
Kemudian, Nadiem mengatakan adanya pengakuan sebagai guru bagi tenaga pendidik di PAUD, pendidikan kesetaraan, dan pesantren formal. “Saat mereka memenuhi syarat, mereka bisa juga menerima tunjangan,” pungkas Nadiem.
Asosiasi Guru Minta Tunjangan Profesi Tetap Ada Kabid Advokasi Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), Iman Z Haeri mengatakan jika Kemendikbudristek masih menggunakan draf RUU Sisdiknas versi Agustus 2022, maka tunjangan profesi guru dipastikan hilang. Sebab, pasal 145 yang disebut Nadiem berada dalam bab peralihan, bukan batang tubuh yang mengikat. Dalam pasal tersebut, ada penegasan bahwa guru dan dosen tetap menerima tunjangan profesi, namun sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yakni UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Namun, kata Iman, jika UU No 14 tahun 2005 digantikan oleh UU Sisdiknas yang baru, maka pasal-pasal tunjangan guru dalam UU 14/2005 akan hilang. Dengan demikian, dasar yuridis tunjangan profesi guru tidak ada. Dengan diundangkannya UU Sisdiknas sesuai draf Agustus, maka UU Guru dan Dosen tidak berlaku.
“Dengan demikian, tunjangan guru benar-benar hilang dalam peraturan perundang-undangan atau tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, karena UU No 14 tahun 2005 sudah tidak ada,” kata Iman, Senin (5/12/2022).
P2G memandang pasal 145 adalah strategi Kemdikbudristek agar tunjangan profesi guru seolah-olah masih ada. “Inilah yang kami sesalkan, kalau ini tindakan terencana, artinya kementerian memiliki rencana yang kurang baik terhadap guru. Ini jelas suatu penghinaan terhadap profesi guru,” ujarnya.
Menurutnya, UU 14/2005 jauh lebih peduli terhadap guru bahkan merinci hak-hak mereka. Sedangkan RUU Sisdiknas meremehkan guru sebagai profesi terhormat dan memangkas hak-hak guru.
“Bagi kami sederhana saja, kalau memang RUU Sisdiknas tidak akan menghapus tunjangan profesi guru, lantas mengapa berat bagi kementerian untuk memuat ulang pasal-pasal tunjangan profesi guru dalam UU 14/2005 untuk dimasukkan ke RUU Sisdiknas yang baru?” tuturnya.
Bercermin dari RUU Sisdiknas yang sampai empat kali revisi, menurut P2G, hal ini bisa ditengarai tanda ketidakmatangan para penyusunnya. “Siapa yang menyusunnya? Kementerian tidak pernah merilisnya. Publik perlu tahu apakah mereka kompeten atau tidak. Karena melihat drafnya saja patut diduga penyusunnya tidak paham pendidikan, Indonesia khususnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai bila diterapkan kebijakan pasal 145 RUU Sisdiknas, akan menimbulkan diskriminasi di antara guru-guru bersertifikat pendidik dan menerima TPG di bawah naungan UU Guru dan Dosen, serta guru-guru yang bersertifikat pendidik dan belum pernah menerima TPG yang bernaung di bawah UU baru.
Padahal seharusnya secara profesional seluruh guru bersertifikat pendidik berhak mendapatkan keadilan dari sisi penerimaan tunjangan sebagai bentuk pengakuan atas profesinya dan sebagai penghargaan dari pemerintah berupa tambahan kesejahteraan. Jika dilihat sekilas klausul pada pasal 145 bisa memberikan jaminan tunjangan bagi guru dan dosen. Namun, jika dicermati lanjutannya pada pasal 147, sesungguhnya jaminan tunjangan yang masih ada itu hanya terbatas paling lama dua tahun setelah UU Sisdiknas yang baru disahkan.
“Setelah dua tahun RUU Sisdiknas diundang, maka PPG sudah tidak bisa lagi dibayarkan, mengapa, sebab tidak lagi memiliki cantelan hukum. Memang 145 sampai 147 hanya dibuat pada masa transisi ketentuan peralihan. Jadi ayat 145 dibantah oleh ayat 147,” kata Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI, Sumardiyansyah, Senin (5/12/2022).
Guru SMAN 13 Jakarta itu menuturkan, janji pemerintah perihal TPG akan tetap ada juga menyisakan persoalan hukum. Sebab, dalam RUU Sisdiknas ada inkonsistensi pada Pasal 148 yang menyatakan UU lama (UU Sisdiknas 2003, UU Guru dan Dosen 2005, dan UU Pendidikan Tinggi 2012) masih berlaku. Sedangkan pada pasal lanjutan 149 disebut pada saat UU ini berlaku maka, seluruh UU lama dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Bagaimana mungkin mempertahankan TPG tanpa ada sandaran hukum yang jelas dan kuat,” ucap Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia itu.
Selain itu, menanggapi klaim Nadiem soal antrean sertifikasi membuat guru tidak mendapatkan hak kesejahteraan. Ia mengatakan masih adanya antrean 1,6 juta guru dalam jabatan untuk mengikuti PPG, bukanlah salah guru. Lanjut dia, antrean guru yang akan ikut PPG ini bentuk langkah pemerintah yang gagal menjalankan amanat UU Guru dan Dosen Pasal 82 ayat 2 agar menuntaskan kepemilikan sertifikat pendidik bagi seluruh guru paling lama 10 tahun sejak UU Guru dan Dosen diundangkan.
“Bukankah seharusnya pemerintah mempermudah syarat dan alur dalam mengikuti PPG serta menambah kuota PPG sehingga 1,6 juta guru dalam jabatan bisa terakomodir,” ujarnya.
Lalu, guru ASN akan otomatis mendapat kenaikan melalui tunjangan yang diatur dalam UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Persoalan penggajian dan tunjangan yang diatur dalam UU ASN pasal 79 ayat 1-5 hanya menyebutkan soal gaji dan tunjangan yang terdiri dari Tunjangan Kinerja (Tukin) dan Tunjangan Kemahalan (Tukem).
Dimana pengalokasiannya tergantung ASN itu bekerja pada pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang besarannya disesuaikan dengan anggaran di masing-masing Kementerian ataupun daerah. “Penghilangan TPG yang selama ini menjadi harapan guru-guru yang notabenenya bekerja pada pemerintah daerah, kecuali guru-guru yang bernaung di bawah Kementerian Agama, hanya akan meminimalisir kesejahteraan guru ASN terutama di daerah-daerah,” tuturnya.
Selanjutnya, mengenai peningkatan penghasilan guru swasta lewat dana BOS dan penghasilan sesuai UU Ketenagakerjaan. Kesejahteraan guru swasta yang dinaungi oleh UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja, dan PP 33 Tahun 2021 tentang Pengupahan adalah sama saja mengubah guru sebagai profesi dan menyamakannya dengan jenis pekerjaan umum lain. Hal ini dianggap bisa mendegradasi makna guru sebagai profesi.
“Pada akhirnya, jika pemerintah abai menempatkan guru sebagai profesi terhormat dengan tidak memberikan kesejahteraan di atas minimum, dan menghilangkan tunjangan, maka bisa dipastikan senja kala profesi guru akan tiba pada waktunya,” pungkasnya.
Tanggapan Kemendikbud soal Tunjangan Profesi Guru
Plt Dirjen GTK Kemendikbudristek, Nunuk Suryani mengatakan pembahasan RUU Sisdiknas tidak dilanjutkan lagi. “Wah, [pembahasan] RUU-nya enggak dilanjutkan, mas,” kata Nunuk, Selasa (6/12/2022).
Perihal maksud dari pernyataan RUU Sisdiknas tidak dibahas dan dilanjutkan lagi oleh Kemendikbudristek. Nunuk hanya menjawab “Iya, sepertinya, mas,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto mengatakan saat ini, RUU Sisdiknas telah ditolak oleh Badan Legislatif (Baleg) DPR RI masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2023.
“RUU Sisdiknas tidak masuk dalam Prolegnas,” kata Anang kepada Tirto, Selasa (6/12/2022). Sedangkan Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo ketika menanggapi persoalan TPG ini memberikan link dari laman Kemendikbudristek mengenai RUU Sisdiknas. Dalam laman tersebut menjelaskan, bagi guru ASN yang sudah bekerja namun belum mendapat sertifikasi, tidak perlu lagi antre sertifikasi. Guru ASN tersebut akan mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN.
“Bagi guru non-ASN yang sudah bekerja namun belum sertifikasi, tidak perlu lagi antre sertifikasi,” tulis laman tersebut dikutip Selasa (6/12/2022).
Kemudian pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan gaji lebih tinggi bagi guru non-ASN sesuai UU Ketenagakerjaan.
“Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya,” ucapnya.
Lalu, RUU Sisdiknas merupakan upaya agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru.
RUU Sisdiknas mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan.
“Sedangkan bagi guru yang sudah bekerja namun belum mendapat tunjangan profesi, tidak perlu lagi menunggu antrean sertifikasi untuk segera mendapat penghasilan yang layak,” ujarnya.
Pada intinya, dengan pengaturan yang diusulkan dalam RUU Sisdiknas ini, guru yang sudah mendapat tunjangan profesi dijamin tetap mendapat tunjangan tersebut.
Melansir tirto.id, Kamis (8/12/2022), guru-guru yang belum mendapat tunjangan profesi akan bisa segera mendapat kenaikan penghasilan, tanpa harus menunggu. Selain itu, RUU Sisdiknas juga memberi pengakuan kepada pendidik PAUD dan kesetaraan. Melalui RUU ini, satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui sebagai satuan pendidikan formal. Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan.
“Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal penyelenggara program kesetaraan yang memenuhi persyaratan,” pungkasnya. (psc)